Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
Perkenalkan saya Nur Dinawati, CGP Angkatan 10 dari Kab. Kep. Selayar
Pada kesempatan kali ini saya akan memaparkan koneksi antar materi modul 1.1
tentang filosofi pemikiran Ki Hadjar Dewantara, modul 1.2 tentang nilai dan
peran guru penggerak, modul 1.3 tentang visi guru penggerak dan modul 1.4
tentang budaya positif. Narasi tentang koneksi antar materi ini dipandu dengan
pertanyaan yang tercetak tebal sebagai pertanyaan pemantiknya. Simak dengan
baik pemaparannya berikut ini:
.
A.
Buatlah
sebuah kesimpulan mengenai peran Anda dalam menciptakan budaya positif di
sekolah dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi
perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi,
keyakinan sekolah/kelas, segitiga restitusi dan keterkaitannya
dengan materi sebelumnya yaitu Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar
Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak, serta Visi Guru
Penggerak.
Jawaban : Dalam
penerapan di sekolah saya mencoba untuk memulai dari diri dengan menerapkannya
di dalam kelas dengan membuat kesepakatan kelas dengan mengidentifikasi nilai
disiplin positif didalamnya. Ditambah dengan mencoba untuk menjadi manajer
dengan mempersilahkan murid untuk bertanggung jawab atas perilakunya dan
mencari solusinya sendiri. Sehingga saya mencoba untuk menghilangkan motivasi
hukuman dan penghargaan diganti dengan konsekuensi dan apresiasi dengan
menerapkan segitiga restitusi sebelumnya. Semua itu berkaitan dengan filosofi
pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara yang menyatakan bahwa pendidikan
menuntun tumbuh kembang peserta didik agar semakin baik budi pekertinya dan menggali potensi mereka untuk dapat keselamatan dan
kebahagiaan baik sebagai individu atau anggota masyarakat. Serta sebagai guru
untuk dapat menciptakan budaya positif kita harus terus belajar mandiri, kolaboratif, reflektif,inovatif,
berpihak pada murid, serta memiliki
semangat pantang menyerah sesuai dengan nilai guru penggerak yang
harus dimiliki oleh seorang guru. Dalam menciptakan semua tujuan itu maka harus
ada prakarsa perubahan yang harus dimiliki oleh seorang guru yang mana tahapan
yang digunakan haruslah menggunakan tahapan BAGJA dari teori inkuiri apresiatif.
Dan untuk mewujudkan rancangan tahapan bagja maka dibentuklah Budaya positif di
sekolah untuk meningkatkan motivasi intrinsik agar warga sekolah memiliki
kesadaran dan juga kemauan untuk melakukan perubahan secara mandiri tanpa konrol
paksaan, sehingga tercipta kolaborasi untuk mewujudkan visi sekolah
B.
Buatlah
sebuah refleksi dari pemahaman Anda atas keseluruhan materi Modul Budaya
Positif ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
1.
Sejauh
mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di
modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi,
hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia,
keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda
dan di luar dugaan?
Jawaban :
Refleksi dari pemahaman
saya atas keseluruhan materi Modul 1.4 Budaya Positif
Pada modul
disiplin positif menjadi perhatian saya adalah ketika
menemukan bahwa merubah peraturan menjadi keyakinan adalah sesuatu yang
menyenangkan bagi murid dan guru. Dengan memahami nilai kebajikan dari
keyakinan yang dibuat menjadi lebih mudah untuk menyadari betapa penting akan
keyakinan yang dibuat. Hasilnya setiap keyakinan memiliki nilai yang bermanfaat
bagi kenyamanan dan keamana peserta didik saat berada di lingkungan sekolah.
Berikutnya
pada modul
teori kontrol dan posisi kontrol sebagai guru
kita diharapkan bisa menjadi manajer. Sehingga sebagai guru harus dapat
menuntun murid untuk dapat mempertanggungjawabkan perilakunya dan menemukan
solusi atas permasalahannya sendiri. Dimana saya merasa selama ini posisi saya
lebih banyak menjadi penghukum, pembuat rasa bersalah dan teman.
Selanjutnya
pada modul
teori motivasi saya menyadari bahwa masih banyak motivasi
diri saya berdasarkan hanya untuk menghindari rasa ketidaknyamanan atau
hukuman. Sehingga tidak hasilnya lebih sering tidak memenuhi atas kekurangan
saya. Begitu juga dengan peserta didik yang saya temui selama ini yang secara
tidak sadar bahwa perilaku mereka hanya untuk menghindari perasaan
ketidaknyamanan dan hukuman. Karena banyak dari mereka tidak melakukan jika
tanpa pengawasan. Sehingga motivasi ektrinsik lebih mendominasi dari pada motivasi
intrinsik.
Kemudian
pada modul
hukuman dan penghargaan saya akhirnya mengetahui bahwa
kenapa hukuman dan penghargaan selama ini mulai di hilangkan di sekolah.
Ternyata hukuman dan penghargaan akan menciptakan motivasi dari luar atau
ekstrinsik, sedangkan manusia akan lebih menghargai dan memaknai sebuah motivasi
jika berasal dari dalam diri mereka sendiri atau instrinsik.
Pada modul kebutuhan
dasar manusia saya menyadari bahwa setiap manusia Terdapat
5 kebutuhan dasar manusia, yaitu Kebutuhan bertahan hidup, Kasih sayang dan
Rasa Diterima, Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan), Kebebasan
(Kebutuhan Akan Pilihan), dan Kesenangan (Kebutuhan untuk merasa senang). Semua
itu secara tidak sadar pasti semua manusia membutuhkannya. Sehingga hal itu
juga harus menjadi perhatian kita sebagai orang dewasa untuk memahami keadaan
peserta didik guna mewujudkan budaya positif di lingkungan sekolah.
Lalu pada
modul keyakinan kelas saya sebagai guru terbantu dalam
menyusun keyakinan kelas yang selama ini memahami bahwa keyakinan kelas itu
sama dengan peraturan kelas. Sehingga ketika memahami apa itu keyakinan kelas
saya menyadari bahwa keyakinan kelas lebih bermanfaat dari pada peraturan.
Mengapa demikian karena saya menyadari bahwa keyakinan kelas itu terbetuk dari
nilai-nilai positif yang dimiliki oleh peserta didik
Terakhir
pada modul
segitiga restitusi saya menemukan hal menarik bahwa dengan
tahapan dalam segitiga restitusi lebih memanusiakan manusia. Dimana dengan
segitiga restitusi kita dapat lebih menggali dan menanamkan nilai-nilai yang
benar-benar dibutuhkan oleh murid. Sehingga mereka sendiri dapat menemukan
solusi terbaik bagi dirinya. Semua itu sesuai dengan teori Ki Hajar Dewantara
terkait dengan pendidikan yang berpihak pada peserta didik. Dan menurut
saya segitiga restitusi ini merupakan langkah penyelesaian awal untuk sebuah
masalah sebelum dilimpahkan ke guru BK
Informasi yang
saya peroleh dari modul 1.4 linier dengan pemahaman pada materi sebelumnya,
dimana untuk mewujudkan pemikiran KHD dapat menerapkan informasi dalam materi
budaya positif, nilai dan peran guru penggerak dapat terwujud dengan dukungan
dari penerapan budaya positif.
Hal yang menarik dan di luar dugaan
a.
Saya
paham dan pernah melakukan pengamatan langsung pada siswa yang di hukum atau di
beri penghargaan ternyata tidak memberikan efek perubahan pada siswa
b.
Ada
lima posisi kontrol guru dalam menangani siswa yang bermasalah. Dan dari kelima
posisi kontrol itu saya dominan pada posisi sebagai teman, siswa sangat dekat
dengan saya dan leluasa meminta apa saja seakan saya sama seperti mereka
c.
Dengan
mengetahui kebutuhan dasar manusia, kita bisa memetakan motivasi yang dilakukan
seorang siswa saat ia berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan keyakinan
sekolah.
d.
belajar
membedakan antara keyakinan kelas dengan aturan kelas.
e.
segitiga
restitusia adalah hal baru bagi saya selama ini ketika saya menyelesaikan
masalah saya menggunakan pendekatan yang telah saya pelajari di bangku kuliah,
namun hal yang membedakan adalah ketika saya menggunakan pendekatan itu
memerlukan waktu yang lama namun ada perubahan, sedangkan jika menggunakan cara
segitiga restitusi prosesnya cepat dan bersifat segera jika setelah melakukan
hal tersebut belum ada perubahan saya anggap siswa bersangkutan perlu
pendekatan yang lebih maka bisa dilanjutkan dengan memberikan konseling dengan
menggunakan beberapa pendekatan yang sesuai dengan masalah yang dihadapi.
2.
Perubahan
apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di
kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?
Jawaban : Perubahan yang terjadi setelah mempelajari
modul budaya positif yaitu memperbaiki kesalahan dalam mendidik peserta didik
di sekolah, kita tahu bahwa pasti setiap hari akan ada anak yang berbuat salah
dan kesalahan itu memiliki tujuan apa bila dipadang dari sudut 5 kebutuhan dasar
manusia. Kita sebagai guru harus tau bahwa kesalahan yang diperbuat oleh anak
tersebut dapat diperbaiki melalui penerapan budaya positif dengan mengunakan Segitigas
restitusi. Jadi sebagai seorang pendidik harus bisa memahami kebutuhan dasar
anak terlebih dahulu supaya bisa dicari akar permasalahan si anak tersebut
melakukan kesalahan.
Selain itu
budaya positif harus segera diterapkan karena dengan kita menerapkan budaya
positif tujuan pendidikan dapat segera terwujud, tentunya hal ini harus
dibarengi dengan kesadaran dari seluruh warga sekolah, poin utama pada
penerapan budaya positif yaitu dimulai dari menciptkan kebiasaan positif yang
akan berdampak pada terciptanya budaya positif di sekolah.
3.
Pengalaman
seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti
dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?
Jawaban : Pengalaman yang saya alami terkait penerapan budaya
positif yaitu rasa keinginan untuk menyelesaikan suatu masalah dengan penerapan
budaya positif, namun seringkali masalah tersebut berbenturan dengan aturan
sekolah yang menurut pendapat saya kita tidak bisa menerapkan segitiga
restitusi pada kasus – kasus tertentu. Semisal, anak yang terlibat criminal,
apakah cukup dengan menerapkan segitiga restitusi? Hal inilah yang akan saya
bangun dengan menyadarkan seluruh komponen warga sekolah untuk bertindak prefentif
dalam menekan masalah yang timbul di sekolah. Saya berkeinginan untuk
memposisikan diri sebagai manager, namun kebiasaan dan budaya disekolah saat
ini masih menerapkan hukuman sebagai tindakan yang paling efektif dalam
menerapkan kedisiplinan pada peserta didik.
4.
Bagaimanakah
perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?
Jawaban :Perasaan saya
selama ini dalam mendisiplinkan siswa masih berada pada tingkatan sebagai
penghukum dalam posisi kontrol. Saya memiliki keinginan untuk memposisikan diri
sebagai seorang manager, berusaha memperbaiki kesalahan yang sudah saya lakukan
pada waktu sebelumnya. Dengan menempatkan diri sebagai seorang manager rasanya
bahagia ketika kita mampu mendisiplinkan anak sesuai dengan langkah terbaik
supaya siswa memiliki nilai budaya positif dari dalam dirinya, bukan bersikap
disiplin karena ada stimulus atau rangsangan dari luar. Perasaan saya lebih
tertantang untuk mengimplementasikan posisi sebagai pendidik sebagai menejer
dan menerangkan segitiga restitusi dalam meyelesaikan beberapa kasus
indisiplioner peserta didik. Karena dengan menempatkan kepada peserta didik
untuk melatih mempertanggungjawabkan perilaku serta memberikan dukung menemukan
solusi atas permasalahannya secara mandiri agar peserta didik memiliki motivasi
untuk menyelesaikan masalahnya.
5.
Menurut
Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa
sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?
Jawaban : Menurut saya sekolah saya sudah menerapkan budaya
positif, hal itu diwujudkan dengan kegiatan kegiatan budaya positif seperti
apel bersama, sholat berjamaah bersama dan hal hal kolaboratif lainnya yang
dapat membentuk karakter budaya positif. Hal yang perlu kembangkan lebih lanjut
yaitu terkait sosialisasi nilai kebajikan yang harus dimiliki setiap anak serta
keyakinan kelas, karena keyakinan kelas ini masih baru bagi teman-teman guru di
sekolah dan belum paham perbedaan antara aturan kelas dan keyakinan kelas.
Selanjutnya hal yang perlu diperbaiki yaitu terkait posisi kontrol, selama ini
masih berada pada posisi penghukum, pembuat rasa bersalah, dan teman kedepan
saya berkeinginan berada posisi sebagai manager dalam menyelesaikan masalah
pada anak.
6.
Sebelum
mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi
kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan
Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini, posisi apa yang Anda
pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang?Apa perbedaannya?
Jawaban : Sebelum saya
mempelajari modul posisi kontrol, posisi saya yang sering saya terapkan ketika
berinteraksi dengan siswa adalah sebagai penghukum dan pembuat rasa bersalah.
Perasaan saya saat itu merasa 2 hal itu merupakan cara yang sudah benar dan
terbaik karena selama ini semasa sekolah dan awal menjadi seorang guru hal
tersebut sudah menjadi kebiasaan yang menjadi budaya. Selain itu cara yang saya
terapkan kadang membuahkan hasil, tetapi lebih banyak gagal bahkan peristiwa
yang sama terulang kembali alias bersifat sementara. Setelah mempelajari teori
posisi kontrol posisi yang saya gunakan yaitu sebagai pemantau dan manager,
perasaan yang saya alami yaitu saya menjadi lebih tenang, siswa lebih mudah
menerima dan sadar tentang kesalahan yang dia perbuat sehingga siswa menjadi
tergerak hatinya untuk berubah dari dalam dirinya sendiri, bukan dari paksaan atau
rangsangan dari luar. Perbedaan yang paling menonjol yaitu tentang
peristiwanya, jika kita memposisikan diri sebagai penghukum, maka perubahan
siswa hanya bersifat sementara, sedangkan ketika kita memposisikan diri sebagai
manager, maka siswa akan tergerak hatinya untuk berbuat dan memperbaiki
kesalahan dan perubahan tersebut tidak bersifat sementara.
7.
Sebelum
mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika
menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan
dan bagaimana Anda mempraktekkannya?
Jawaban : Sebelumnya saya sudah
melakukan langkah segitiga restitusi namun tidak secara urut dan benar, dalam
hal ini saya melakukan hanya sebatas memvalidasi tindakan yang salah yang
dilanjutkan dengan proses menghukum, sehingga 2 langkah segitiga restitusi yang
lainnya tidak dilakukan.
8.
Selain
konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang
menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif
baik di lingkungan kelas maupun sekolah?
Jawaban : Selain
filosofi Ki Hajar dewantara, budaya positif juga berkaitan erat dengan nilai
dan peran guru penggerak serta visi guru penggerak. Peran guru penggerak
sebagai pemimpin pembelajaran dan mewujudkan kepemimpinan murid sangat perlu
dilakukan. Selain itu Peran sebagai pemimpin pembelajaran adalah memberikan
lingkungan dan kondisi yang menyenangkan bagi siswa, melalui keyakinan kelas
akan menciptakan lingkungan yang menyenangkan bagi siswa dalam belajar, tidak
hanya berpedoman pada aturan kelas.
Hal itu
terjadi karena keyakinan kelas dibuat oleh seluruh warga kelas dan disepakati
secara bersama. Selain siswa lebih merasa nyaman dibandingkan dengan peraturan
kelas yang penuh dengan hukuman dan sangsi. Selain melalui keyakinan kelas,
restitusi dapat mendidik siswa untuk mandiri dan bertanggung jawab untuk
mengatasi masalahnya sesuai dengan keyakinan sekolah yang diyakininya sudah
dipahami oleh siswa. Dengan menciptakan budaya positif dimana guru berperan
sebagai manajer dalam menghadapi murid, sehingga murid mampu menjadi manajer
bagi dirinya sendiri. Tindakan sebagai penghukum juga harus segera ditingkatkan
menjadi manager, dengan mengurangi posisi kita sebagai penghukum maka siswa
akan jadi lebih nyaman dalam menjalani kegiatan belajar mengajar, selain itu
budaya positif juga akan dapat mudah terlaksana jika mendapat dukungan dari
semua pihak warga sekolah.
Demikian pemaparan tentang koneksi antar materi pada modul 1.4 Budaya Positif, selanjutnya kita akan melihat tabel rencana aksi langkah dan strategi yang lebih efektif, konkret, dan realistis untuk mewujudkan budaya positif di sekolah. Rencana tersebut dituangkan dalam tabel berikut ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar